Sabtu, 12 Juli 2008

Penjelasan arti سوءالخاتمة

Neraka Allah yang menyala-nyala itu tidak mengambil selain kepada orang-orang yang terhijab dari Allah


بسم الله الرحمن الرحيم

Penjelasan arti سوءالخاتمة (Buruk kesudahan) (-hya ‘Ulumuddin

Kalau anda bertanya bahwa kebanyakan mereka itu takutnya adalah kepada suu-ul khaatimah maka apa arti suu-ul khaatimah itu ?
Ketahuilah bahwasanya suu-ul khaatimah itu ada dua tingkat, salah satunya lebih besar dari yang lain. Adapun yang besar, yang mendahsyatkan adalah apabila mengerasi atas hati ketika sakaratil maut dan huru haranya adakalanya oleh keraguan dan ada kalanya oleh keingkaran. Lalu ruh diambil dalam keadaan bersangatannya keingkaran atau keraguan. Maka ikatan keingkaran yang mengeras di dalam hati itu menjadi dinding / hijab antara dirinya dengan Allah untuk selama-lamanya. Dan yang demikian ini menyebabkan kejauhan yang terus menerus dan siksaan yang tiada berkesudahan. Yang kedua adalah kurang dari yang pertama tadi bahwa mengerasi atas hati ketika mati oleh kecintaan kepada sesuatu dari dunia dan keinginan dari beberapa keinginan duniawi. Maka yang demikian ini terbentuk di dalam hatinya dan menenggelamkannya. Sehingga tidak ada lagi dari yang demikian itu tempat untuk yang lain. Maka ber-kebetulan pengambilan nyawanya dalam keadaan yang demikian, akan membalikkan kepalanya arah dunia dan memalingkan mukanya ke dunia itu.
Manakala muka telah berpaling dari Allah niscaya terjadilah hijab. Dan manakala telah terjadi hijab maka turunlah azab. Karena neraka Allah yang menyala-nyala itu tidak mengambil selain kepada orang-orang yang terhijab dari Allah. Adapun orang mukmin yang hatinya sejahtera daripada kecintaan dunia danciat-citanya terarah kepada Allah maka neraka akan berkata kepadanya, “Berlalulah hai orang mukmin karena sinarmu telah memadamkan bara apiku”.
Ketika berkebetulan pengambilan nyawa dalam keadaan bersangatannya kecintaan kepada dunia, maka keadaannya menjadi sangat berbahaya. Karena manusia itu mati menurut apa ketika ia hidup. Dan tidaklah mungkin diusahakan sifat lainnya dari hati bagi hati sesudah mati, yang berlawanan dengan sifat yang mengerasi / dominan atas dirinya. Karena tidak berlaku pada hati selain amal perbuatan anggota badan. Dan anggota badan itu telah batil sebab kematian, maka batillah segala amal perbuatan. Oleh karena itu tidak ada harapan lagi pada amal perbuatan. Dan tak ada lagi harapan untuk kembali ke dunia untuk memperoleh apa yang hilang. Dan saat itu amat besar lah penyesalan. Hanya pokok iman dan kecintaan kepada Allah SWT, apabila sifat ini melekat pada hati maka itu adalah masa yang sangat panjang. Dan yang demikian bertambah kuat dengan amal saleh. Maka itu akan menghapuskan dari hati (terhadap kecintaan terhadap dunia) – akan keadaan tersebut yang datang bagi hati ketika mati. Kalau ada kekuatan imannya kepada batas seberat biji sawi niscaya iman itu akan mengeluarkannya dari neraka walaupun sesudah ribuan tahun.
Jika anda mengatakan, bahwa apa yang telah kami sebutkan tersebut menghendaki bahwa bersegeralah neraka kepadanya sesudah matinya, maka apa artinya (neraka) itu ditangguhkan sampai kepada hari kiyamat dan ditangguhkan sepanjang masa itu ?
Ketahuilah bahwa setiap orang yang mengingkari adanya azab kubur, maka orang itu adalah pembuat bid’ah dan ia terdinding dari nur Allah SWT, dari nur Al-Quran dan dari nur iman. Bahkan yang sahih dari orang-orang yang memiliki mata hati (bashirah) ialah apa yang sahih pada hadits-hadits yaitu bahwa alam kubur itu adalah suatu lobang dari lobang-lobang neraka atau taman dari taman-taman surga. Dan terkadang dibukakan kepada kubur yang diazabkan, tuju puluh pintu dari neraka jahanam, sebagaimana tersebut pada hadits-hadits. Maka ketika nyawanya bercerai dari orang yang mati, lalu turun bala padanya kalau ia termasuk orang yang celaka dengan سوءالخاتمة Hanya saja bermacam-macam jenis azab itu seiring dengan bermacam-macamnya waktu.
Oleh karena itu peratanyaan Munkar Nakir ketika orang yang mati itu diletakkan di dalam kubur dan penyiksaan sesudahnya, kemudian perdebatan pada hitungan / hisab, dan tersiarnya di hadapan orang banyak yang menyaksikan di hari kiyamat, sesudah itu bahaya pada titian shiratal mustaqiim, yaitu para malaikat penjaga neraka ( الزبانية) sampai kepada penghabisan apa yang tersebut pada hadits-hadits. Maka senantiasalah orang yang celaka itu berbolak-balik dalam semua keadaannya antara berbagai macam azab. Dan akan diazabkan dalam jumlah hal keadaan itu selain orang yang dilindungi Allah SWT dengan rahmat-Nya.
Jangan anda mengira bahwa tempat iman itu dimakan oleh tanah. Akan tetapi tanah memakan semua anggota badan dan dihancurkannya sampai pada waktunya. Maka berkumpulah bagian-bagian yang tercerai berai dan dikembalikan nyawa kepadanya dimana nyawa itu adalah tempat bagi iman. Dan nyawa itu sejak dari waktu mati sampai kepada dikembalikan –adakalanya berada di dalam perut burung hijau yang tergantung di bawah ‘arsy apabila nyawa itu bahagia. Dan adakalanya dalam keadaan yang berlawanan dengan keadaan diatas. Kita berlindung kepada Allah SWT Jikalau ada nyawa itu tidak mendapat kebahagiaan. Jikalau anda bertanya, “ apakah sebab yang membawa kepada ­سوءالخاتمة ? Maka ketahuilah bahwa sebab-sebab dari keadaan ini tidak mungkin dihinggakan dengan uraian, akan tetapi mungkin untuk diisyaratkan kepada kumpulannya. Adapun kesudahan dengan keraguan dan keingkaran maka hal itu terbatas sebabnya pada dua perkara :
Pertama tergambar kesudahan (ال خاتمة) serta sempurnanya wara’ dan zuhud dan sempurnanya kebaikan pada amal perbuatan itu keadaannya seperti orang yang mengerjakan bid’ah yang zuhud. Maka akibatnya berbahaya sekali walaupun amal perbuatannya salih. Dan tidaklah aku maksudkan suatu mazhab lalu aku katakan bahwa itu bid’ah. Maka penjelasan yang demikian itu akan panjanglah pembicaraan padanya. Akan tetapi yang aku kehendaki dengan bid’ah adalah : bahwa seseorang beri’tikad mengenai dzat Allah SWT, sifatnya dan af’alnya, dengan menyalahi kebenaran. Lalu ia beri’tikad menyalahi apa yang sebenarnya. Adakalanya dengan pendapatnya atau dengan yang dipikirkannya dan dengan pandangannya. Yang demikian itulah ia berdebat dengan para musuhnya, Kepada yang demikian ia berpegang, dan yang demikian itulah ia tertipu.
Adakalanya ia mengambil dengan ikut-ikutan / تقلد kepada seseorang yang keadaannya demikian. Maka apabila ia telah mendekati mati, akan tampak ubun-ubun Malakul maut dan bergoncanglah hati dengan apa yang ada padanya. Kadang-kadang terbuka baginya dalam keadaan sakaratul maut itu tentang batilnya / kesalahan apa yang telah dii’tikadkannya disebabkan karena kebodohannya. Karena sesungguhnya keadaan mati itu adalah terbukanya tirai / tutup. Dan permulaan sakarat itu dari permulaan terbukanya tirai. Maka kadang-kadang terbuka sebagian perkara. Maka apabila jelas kesalahan apa yang dii’tikadkannya dan ia telah berketetapan hati dan yakin pada dirinya niscaya ia tidak menyangka bahwa ia bersalah pada i’tikadnya tersebut, karena ia terbawa kepada pendapat yang bathil dan akal yang kurang. Maka ia menyangka bahwa setiap apa yang dii’tikadkannya itu tidak berasal. Karena tidak ada padanya perbedaan antara imannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan aqidah-aqidah yang lain yang benar dengan i’tikad yang salah. Maka tersingkapnya sebagian akidahnya dari kebodohan adalah sebab batalnya akidah-akidahnya yang lain atau karena keraguannya terhadap akidah-akidah itu.
Kalau kebetulan keluarnya nyawa pada kali ini sebelum ia tetap dan kembali kepada pokok iman, maka berkesudahanlah baginya dengan keadaan buruk (سوءالخاتمة). Dan keluarlah nyawanya di atas kemusyrikan. Kita berlindung kepada Allah SWT dari keadaan yang demikian. Mereka itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah SWT
وبدا لهم من الله ما لم يكونو ا يحتسبون
Dan ketika itu jelas bagi mereka bahwa apa yang dahulu tiada mereka kira itu memang dari Allah.

Dan dengan firman-Nya
قل هل ننبئكم بلاخسرين اعمالا – اللدْين ضل سعيهم في الحيوة الدني وهم يحسبون انهم يحسنون صنعا—ال كهف 103-104
Katakan, “Kami akan beritakan kepadamu orang-orang yang peling rugi di dalam pekerjaannya. Mereka itulah yang sia – sia usahanya di dalam kehidupan dunia sedang mereka mengira bahwa apa yang mereka kerjakan itu adalah usaha yang baik.

Dan sebagaimana kadang-kadang terbuka pada sakaratul maut sebagian keadaan karena, karena kesibukan dunia dan nafsu keinginan badan itulah yang mencegah hati kepada memperhatikan alam malakut. Maka ia (ketika itu akan) membaca apa yang ada di lauh mahfudz supaya terbuka kepadanya keadaan yang sebenarnya. Maka contoh keadaan ini menjadi sebab bagi keterbukaan(kasyaf) dan adalah kasyaf itu akan menjadi sebab keraguan pada i’tikad-i’tikad lainnya.
Setiap orang yang beri’tikad mengenai Allah SWT, sifat-sifat-Nya dan af’al-Nya, juga akan sesuatu dibalik yang sebenarnya, maka adakalanya karena ikut ikutan / تقلد dan ada kalanya karena memperhatikan kepada pendapat dan pemikiran. Maka ia berada dalam bahaya ini. Zuhud dan kesalehan itu tidak mencukupi untuk dapat menolak bahaya tersebut. Akan tetapi tidak ada yang dapat melepaskan daripadanya selain oleh i’tikad yang benar. Dan orang-orang yang dungu dapat tersingkirkan dari bahaya ini, yakni mereka yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan kepada hari kiyamat dengan iman yang مجمل (tiada terperinci) yang meresap ke dalam hatinya. Seperti orang arab dusun , orang hitam dan orang-orang awam lainnya yang tiada terjun dalam pembaahsan dan pemerhatian. Dan mereka tidak pula masuki dalam -membahas ilmu kalam (ilmu ketuhanan) secara bebas dan tidak pula mereka bertekun kepada bermacam-macam jenis orang – orang ahli ilmu kalam ( ال متكلمون ) dengan mengikuti pembicaraan mereka yang bermacam-macam. Dan karena itulah Nabi SAW bersabda, اكثر اهل الجنة البله Kebanyakan ahli surga adalah orang-orang dungu.
Karena itulah dilarang oleh ulama salaf dari pembahasan , pemerhatian dan penerjunan dalam ilmu kalam. Dan pemeriksaan dari urusan – urusan itu. Mereka (para ulama salaf) memerintahkan manusia untuk membatasi diri untuk mengimani ahli ilmu kalam (ال متكلمون ) dengan apa yang diturunkan oleh Allah SWT semuanya dan dengan setiap apa yang datang secara lahiriyah saja. Serta berti’tikad akan tidak adanya keserupaan (dalam bentuk apapun antara KHALIQ dengan makhluk ). Mereka melarang manusia untuk terjun dalam penta’wilan (mencari pengertian yang dapat difahami dengan pikiran). Karena bahaya dalam membahas sifat-sifat Allah SWT itu amat besar, halangan-halangannya menyusahkan dan jalan-jalannya menyulitkan.
Sedangkan akal manusia untuk memahami keagungan Allah SWT itu sangatlah pendek. Dan petunjukAllah SWT dengan نور اليقين pada hati dari tabi’atnya kepada kecintaan akan kehidupan dunia itu terhijab / terdinding. Dan apa yang disebutkan oleh para pembahas ilmu kalam dengan hanya bermodalkan akal pikiran mereka itu -akanlah membuat kacau dan bertentangan. Dan hati itu akan merasa jinak kepada untuk apa yang disampaikan kepadanya pada permulaan kejadiannya dan dengannya itu bersangkut. Dan ta’assub (kemunafikan) yang berkobar diantara manusia itu merupakan paku-paku yang teguh bagi kepercayaan-kepercayaan ayng diwarisi atau yang diambil dengan baik sangka dari para guru pada permulaan keadaannya. Kemudian tabi’at manusia itu tersangkut dengan kecintaan kepada dunia. Kepada dunia, tabi’at itu menghadap. Dan nafsu keinginan dunia itu mencekik lehernya dan menjadikan berpaling dari kesempurnaan pikiran. Maka apabila pintu pembicaraan mengenai Allah SWT dan sifat-sifat-Nya dengan pendapat dan akal itu dibuka, serta berlebih kurangnya manusia dalam kecerdasannya, berbedanya mereka dalam tabi’atnya, dan bersangatan lobanya orang yang bodoh dalam mendakwakan kesempurnaan dirinya atau mendakwakan mengetahui hakikat kebenaran –niscaya terlepaslah lidah mereka dengan apa yang terjadi bagi setiap orang dari mereka. Dan menyangkutlah / menular yang demikian itu dengan hati orang-orang yang memperhatikan kepada mereka. Dan menjadi kuatlah yang demikian sebab lamanya kejinakan hati kepada mereka. Maka adalah keselamatan makhluk itu dengan menyibukkan mereka. Lalu tersumbatlah secara keseluruhan jalan kelepasan kepada mereka. Maka keselamatan makhluk itu adalah dengan menyibukkan mereka dengan amal salih dan tidak membawa mereka kepada apa yang diluar dari batas kesanggupan mereka.
Akan tetapi sekarang telah menurunlah tali kekang dan telah berkembanglah kesia-siaan. Setiap orang bodoh menempatkan diri dengan yang bersesuaian dengan pebawaannya yaitu dengan sangkaan dan terkaan. Dia berkeyakinan bahwa yang demikian itu adalah ilmu yang meyakinkan dan keimanan yang murni. Ia menyangka bahwa apa yang terjadi pada dirinya dari terkaan dan uret-uretan itu adalah ilmu yakin dan ainul yakin. Dan akan anda ketahui beritanya sesudah seketika. Dan seyogyalah dinyanyikan kepada mereka itu ketika tabir sudah tersingkap :

Engkau baikkan sangkaan dengan hari-hari karena ia berbuat baik
Dan engkau tidak takut dengan keburukan yang didatangkan oleh takdir

Engkau diselamatkan oleh malam-malam
Lalu engkau tertipu dengan semua itu
Dan ketika malam menjadi jernih
Datanglah kekeruhan.......

Ketahuilah dengan keyakinan bahwa setiap orang yang memperbedakan iman yang penuh sangkaan dengan Allah SWT , Rasul-Nya dan kitab-kitab-Nya dan menerjunkan diri dalam pembahasan maka sesungguhnya ia menempuh bahaya ini. Contohnya adalah seperti orang yang kapalnya pecah dan dia berada dalam pukulan ombak. Ia dilemparkan oleh ombak kepada ombak yang lain. Kadang-kadang berbetulan ia dilemparkan ke pantai. Dan yang demikian itu jauh dari kejadian yang sebenarnya. Dan yang banyak terjadi adalah ia itu akan binasa.
Setiap orang yang masuk dalam suatu akidah yang ia peroleh dari para pembahas (ilmu kalam) dengan modal akal pikiran mereka adakalanya bersama dalil-dalil yang diuraikannya dalam kefanatikan atau tanpa dalil sama sekali. Maka jikalau ia itu ragu padanya niscaya ia itu perusak agama. Dan jikalau ia percaya yang demikian maka dia pasti akan merasa aman dari rencana Allah SWT (مكر الله ) dan tertipu dengan akalnya yang kurang. Dan setiap orang yang terjun dalam pembahasan ilmu kalam maka ia tidak akan terlepas dari dua hal ini, kecuali apabila ia melampaui batas-batas yang diterima akal pikiran kepada nur mukasyafah yang menjadi tempat terbitnya matahari pada alam kewalian dan kenabian. Dan yang demikian itu adalah seperti belerang merah, dari manakah akan mudah diperoleh ?. Maka yang akan selamat daripada bahaya ini adalah orang yang dungu dari orang awam atau mereka yang disibukkan oleh takutnya kepada neraka dengan mentaati Allah SWT. Mereka tidak terjun pada perbuatan yang tidak penting ini.
Maka inilah salah satu sebab yang membahayakan pada سوءالخاتمة.

Adapun sebab kedua yaitu kelemahan pada pokok iman kemudian kecintaan pada dunia yang menguasai hati. Dan manakala iman lemah niscaya lemahlah kecintaan kepada Allah SWT dan kuatlah kecintaan kepada dunia. Lalu yang terjadi tidak ada lagi tempat di hati untuk mencintai Allah SWT selain hanya dari kata hati saja dan tidak melahirkan bekas pada penentangan hawa nafsu dan perpaling dari jalan setan. Maka yang demikian itu akan menyebabkan kebinasaan pada mengikuti hawa nafsu syahwat, sehingga gelaplah hati, kesat serta hitam. Dan bertindih lapis kegelapan hawa nafsu atas hati maka senantiasalah nur iman yang ada padanya menjadi padam di atas kelemahannya itu, sehingga jadilah yang demikian itu tabi’at dan karat.
Maka apabila datang sakaratil maut niscaya bertambahlah kecintaan (kepada dunia) itu. Yakni kecintaan kepada Allah SWT bertambah lemah karena apa yang tampak dari perasaan akan berpisah dengan dunia. Dan dunia itu menjadi kecintaan yang mengerasi bagi hati lalu hati itu merasa sedih dengan perasaan perpisahan dengan dunia. Dan ia melihat yang demikian itu dari Allah SWT. Maka tergeraklah hati dengan mengingkari kematian yaitu apa yang ditakdirkan kepadanya. Dan ia tiada menyukai bahwa yang demikian itu dari Allah SWT. Maka ditakuti akan berkobarlah dalam hatinya suatu kemarahan kepada Allah SWT sebagai ganti dari kecintaannya kepada dunia.
Sebagaimana orang yang mencintai anaknya dengan kecintaan yang lemah, apabila anak itu mengambil hartanya yang lebih dikasihinya dari pada anaknya kemudian harta itu dirusakkannya niscaya berubahlah kecintaan itu menjadi kemarahan. Maka jikalau berbetulan keluarnya nyawa dan pada detik itu gurisan ini (حب الدني) yang terguris di dalam hati maka beakhirlah ia dengan سوءالخاتمة dan binasalah ia untuk selama-lamanya. Dan sebab-sebab yang membawa kepada kesudahan yang seperti ini adalah kerasnya kecintaan kepada dunia, kecenderungan kepadanya dan bergembira dengan sebab-sebabnya serta kelemahan iman yang menyebabkan kelemahan kecintaan kepada Allah SWT.
Maka barang siapa yang di dalam hatinya memperoleh kecintaan kepada Allah SWT yang lebih keras dari pada kecintaannya kepada dunia walaupun masih ada sisa kecintaannya kepada dunia, maka dia itu lebih jauh dari bahaya tersebut.
Kecintaan kepada dunia adalah sumber pangkal kesalahan. Dan itu adalah penyakit yang melumpuhkan dan telah meratai kepada semua jenis manusia. Dan semua itu karena sedikitnya ma’rifah kepada Allah SWT, karena tiada yang mencintai Allah SWT selain orang yang mengenali-Nya. Dan karena itulah Allah SWT berfirman

قل انكان آبائكم وابنائكم واخوانكم وازواجكم وعشيرتكم واموال اقترفتموها
وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها احب اليكم من الله ورسوله وجهاد فيسبسله فتربصوا حتى يئنى الله بامره

“Katakanlah jikalah bapak-bapakmu, anak-anakmu dan saudara-saudaramu dan isteri-isterimu dan kaum keluargamu, kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu takutkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai –Kalau semua itu lebih kamu sukai daripada Allah SWT dan Rasul-Nya dan dari berjuang di jalan Allah maka tunggulah sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. (At-Taubah 24).

Jadi setiap orang yang berpisah nyawanya pada keadaan detik keingkaran hati kepada Allah SWT dan melahirkan kemarahan kepada perbuatan Allah SWT dengan hatinya, dan pada terpisahnya ia dengan isterinya, hartanya dan lain-lain yang ia cintai, maka sesungguhnya ia datang kepada Allah SWT sebagai hamba yang dimarah, hamba yang lari dari Tuannya karena terpaksa. Maka tidak tersembunyi lagi apa yang berhak ia terima yaitu berupa kehinaan dan hukuman dari Tuannya.
Adapun orang yang mati atas kecintaan kepada Allah SWT maka orang itu datang kepada Allah SWT sebagaimana datangnya hamba yang berbuat baik yang rindu kepada Tuannya yang menangung kesulitan-kesulitan perbuatan dan kesukaran-kesukaran perjalanan karena mengharap bertemu dengan tuannya. Maka tidaklah tersembunyi apa yang akan dijumpainya dari kesenangan dan kegembiraan dengan semata-mata bertemu itu. Lebih-lebih dengan apa yang berhak diterimanya dari kelemah lembutan pemuliaan dan kecemerlangan penikmatan..........bersambung انشاء الله
Kembali ke
www.manakib.wordpress.com







Revelation
باب كيف كان بدء الوحي إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وقول الله جل ذكره { إنا أوحينا إليك كما أوحينا إلى نوح والنبيين من بعده }

[ 1 ] حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيمي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضى الله تعالى عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه
1. Narated 'Umar bin Al-Khattab:
I heard Allah's Apostle saying, "The reward of deeds depends upon the intentions and every person will get the reward according to what he has intended. So whoever emigrated for worldly benefits or for a woman to marry, his emigration was for what he emigrated for."

[ 2 ] حدثنا عبد الله بن يوسف قال أخبرنا مالك عن هشام بن عروة عن أبيه عن عائشة أم المؤمنين رضى الله تعالى عنها أن الحارث بن هشام رضى الله تعالى عنه سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله كيف يأتيك الوحي فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أحيانا يأتيني مثل صلصلة الجرس وهو أشده علي فيفصم عني وقد وعيت عنه ما قال وأحيانا يتمثل لي الملك رجلا فيكلمني فأعي ما يقول قالت عائشة رضى الله تعالى عنها ولقد رأيته ينزل عليه الوحي في اليوم الشديد البرد فيفصم عنه وإن جبينه ليتفصد عرقا
2. Narrated 'Aisha:
(the mother of the faithful believers) Al-Harith bin Hisham asked Allah's Apostle "O Allah's Apostle! How is the Divine Inspiration revealed to you?" Allah's Apostle replied, "Sometimes it is (revealed) like the ringing of a bell, this form of Inspiration is the hardest of all and then this state passes ' off after I have grasped what is inspired. Sometimes the Angel comes in the form of a man and talks to me and I grasp whatever he says." 'Aisha added: Verily I saw the Prophet being inspired Divinely on a very cold day and noticed the Sweat dropping from his forehead (as the Inspiration was over).

[ 3 ] حدثنا يحيى بن بكير قال حدثنا الليث عن عقيل عن بن شهاب عن عروة بن الزبير عن عائشة أم المؤمنين أنها قالت أول ما بدىء به رسول الله صلى الله عليه وسلم من الوحي الرؤيا الصالحة في النوم فكان لا يرى رؤيا إلا جاءت مثل فلق الصبح ثم حبب إليه الخلاء وكان يخلو بغار حراء فيتحنث فيه وهو التعبد الليالي ذوات العدد قبل أن ينزع إلى أهله ويتزود لذلك ثم يرجع إلى خديجة فيتزود لمثلها حتى جاءه الحق وهو في غار حراء فجاءه الملك فقال اقرأ قال ما أنا بقارئ قال فأخذني فغطني حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال اقرأ قلت ما أنا بقارئ فأخذني فغطني الثانية حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال اقرأ فقلت ما أنا بقارئ فأخذني فغطني الثالثة ثم أرسلني فقال { اقرأ باسم ربك الذي خلق خلق الإنسان من علق اقرأ وربك الأكرم } فرجع بها رسول الله صلى الله عليه وسلم يرجف فؤاده فدخل على خديجة بنت خويلد رضى الله تعالى عنها فقال زملوني زملوني فزملوه حتى ذهب عنه الروع فقال لخديجة وأخبرها الخبر لقد خشيت على نفسي فقالت خديجة كلا والله ما يخزيك الله أبدا إنك لتصل الرحم وتحمل الكل وتكسب المعدوم وتقري الضيف وتعين على نوائب الحق فانطلقت به خديجة حتى أتت به ورقة بن نوفل بن أسد بن عبد العزى بن عم خديجة وكان امرأ تنصر في الجاهلية وكان يكتب الكتاب العبراني فيكتب من الإنجيل بالعبرانية ما شاء الله أن يكتب وكان شيخا كبيرا قد عمي فقالت له خديجة يا بن عم اسمع من بن أخيك فقال له ورقة يا بن أخي ماذا ترى فأخبره رسول الله صلى الله عليه وسلم خبر ما رأى فقال له ورقة هذا الناموس الذي نزل الله على موسى يا ليتني فيها جذع ليتني أكون حيا إذ يخرجك قومك فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أو مخرجي هم قال نعم لم يأت رجل قط بمثل ما جئت به إلا عودي وإن يدركني يومك أنصرك نصرا مؤزرا ثم لم ينشب ورقة أن توفي وفتر الوحي

3. Narrated 'Aisha:
(the mother of the faithful believers) The commencement of the Divine Inspiration to Allah's Apostle was in the form of good dreams which came true like bright day light, and then the love of seclusion was bestowed upon him. He used to go in seclusion in the cave of Hira where he used to worship (Allah alone) continuously for many days before his desire to see his family. He used to take with him the journey food for the stay and then come back to (his wife) Khadija to take his food like-wise again till suddenly the Truth descended upon him while he was in the cave of Hira. The angel came to him and asked him to read. The Prophet replied, "I do not know how to read.
The Prophet added, "The angel caught me (forcefully) and pressed me so hard that I could not bear it any more. He then released me and again asked me to read and I replied, 'I do not know how to read.' Thereupon he caught me again and pressed me a second time till I could not bear it any more. He then released me and again asked me to read but again I replied, 'I do not know how to read (or what shall I read)?' Thereupon he caught me for the third time and pressed me, and then released me and said, 'Read in the name of your Lord, who has created (all that exists) has created man from a clot. Read! And your Lord is the Most Generous." (96.1, 96.2, 96.3) Then Allah's Apostle returned with the Inspiration and with his heart beating severely. Then he went to Khadija bint Khuwailid and said, "Cover me! Cover me!" They covered him till his fear was over and after that he told her everything that had happened and said, "I fear that something may happen to me." Khadija replied, "Never! By Allah, Allah will never disgrace you. You keep good relations with your Kith and kin, help the poor and the destitute, serve your guests generously and assist the deserving calamity-afflicted ones."
Khadija then accompanied him to her cousin Waraqa bin Naufal bin Asad bin 'Abdul 'Uzza, who, during the PreIslamic Period became a Christian and used to write the writing with Hebrew letters. He would write from the Gospel in Hebrew as much as Allah wished him to write. He was an old man and had lost his eyesight. Khadija said to Waraqa, "Listen to the story of your nephew, O my cousin!" Waraqa asked, "O my nephew! What have you seen?" Allah's Apostle described whatever he had seen. Waraqa said, "This is the same one who keeps the secrets (angel Gabriel) whom Allah had sent to Moses. I wish I were young and could live up to the time when your people would turn you out." Allah's Apostle asked, "Will they drive me out?" Waraqa replied in the affirmative and said, "Anyone (man) who came with something similar to what you have brought was treated with hostility; and if I should remain alive till the day when you will be turned out then I would support you strongly." But after a few days Waraqa died and the Divine Inspiration was also paused for a while.

[ 4 ] قال بن شهاب وأخبرني أبو سلمة بن عبد الرحمن أن جابر بن عبد الله الأنصاري قال وهو يحدث عن فترة الوحي فقال في حديثه بينا أنا أمشي إذ سمعت صوتا من السماء فرفعت بصري فإذا الملك الذي جاءني بحراء جالس على كرسي بين السماء والأرض فرعبت منه فرجعت فقلت زملوني زملوني فأنزل الله تعالى { يا أيها المدثر قم فأنذر } إلى قوله { والرجز فاهجر } فحمي الوحي وتتابع تابعه عبد الله بن يوسف وأبو صالح وتابعه هلال بن رداد عن الزهري وقال يونس ومعمر بوادره
4. Narrated Jabir bin 'Abdullah Al-Ansari while talking about the period of pause in revelation reporting the speech of the Prophet "While I was walking, all of a sudden I heard a voice from the sky. I looked up and saw the same angel who had visited me at the cave of Hira' sitting on a chair between the sky and the earth. I got afraid of him and came back home and said, 'Wrap me (in blankets).' And then Allah revealed the following Holy Verses (of Quran):
'O you (i.e. Muhammad)! wrapped up in garments!' Arise and warn (the people against Allah's Punishment),... up to 'and desert the idols.' (74.1-5) After this the revelation started coming strongly, frequently and regularly."


[ 5 ] حدثنا موسى بن إسماعيل قال حدثنا أبو عوانة قال حدثنا موسى بن أبي عائشة قال حدثنا سعيد بن جبير عن بن عباس في قوله تعالى { لا تحرك به لسانك لتعجل به } قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يعالج من التنزيل شدة وكان مما يحرك شفتيه فقال بن عباس فأنا أحركهما لكم كما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يحركهما وقال سعيد أنا أحركهما كما رأيت بن عباس يحركهما فحرك شفتيه فأنزل الله تعالى { لا تحرك به لسانك لتعجل به إن علينا جمعه وقرآنه } قال جمعه له في صدرك وتقرأه { فإذا قرأناه فاتبع قرآنه } قال فاستمع له وأنصت { ثم إن علينا بيانه } ثم إن علينا أن تقرأه فكان رسول الله صلى الله عليه وسلم بعد ذلك إذا أتاه جبريل استمع فإذا انطلق جبريل قرأه النبي صلى الله عليه وسلم كما قرأه
Narrated Said bin Jubair:
Ibn 'Abbas in the explanation of the Statement of Allah. 'Move not your tongue concerning (the Quran) to make haste therewith." (75.16) Said "Allah's Apostle used to bear the revelation with great trouble and used to move his lips (quickly) with the Inspiration." Ibn 'Abbas moved his lips saying, "I am moving my lips in front of you as Allah's Apostle used to move his." Said moved his lips saying: "I am moving my lips, as I saw Ibn 'Abbas moving his." Ibn 'Abbas added, "So Allah revealed 'Move not your tongue concerning (the Qur'an) to make haste therewith. It is for us to collect it and to give you (O Muhammad) the ability to recite it (the Qur'an) (75.16-17) which means that Allah will make him (the Prophet ) remember the portion of the Qur'an which was revealed at that time by heart and recite it. The Statement of Allah: And 'When we have recited it to you (O Muhammad through Gabriel) then you follow its (Qur'an) recital' (75.18) means 'listen to it and be silent.' Then it is for Us (Allah) to make It clear to you' (75.19) means 'Then it is (for Allah) to make you recite it (and its meaning will be clear by itself through your tongue). Afterwards, Allah's Apostle used to listen to Gabriel whenever he came and after his departure he used to recite it as Gabriel had recited it."

[ 6 ] حدثنا عبدان قال أخبرنا عبد الله قال أخبرنا يونس عن الزهري ح وحدثنا بشر بن محمد قال أخبرنا عبد الله قال أخبرنا يونس ومعمر عن الزهري نحوه قال أخبرني عبيد الله بن عبد الله عن بن عباس قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود الناس وكان أجود ما يكون في رمضان حين يلقاه جبريل وكان يلقاه في كل ليلة من رمضان فيدارسه القرآن فلرسول الله صلى الله عليه وسلم أجود بالخير من الريح المرسلة
Narrated Ibn 'Abbas:
Allah's Apostle was the most generous of all the people, and he used to reach the peak in generosity in the month of Ramadan when Gabriel met him. Gabriel used to meet him every night of Ramadan to teach him the Qur'an. Allah's Apostle was the most generous person, even more generous than the strong uncontrollable wind (in readiness and haste to do charitable deeds).


[ 7 ] حدثنا أبو اليمان الحكم بن نافع قال أخبرنا شعيب عن الزهري قال أخبرني عبيد الله بن عبد الله بن عتبة بن مسعود أن عبد الله بن عباس أخبره أن أبا سفيان بن حرب أخبره أن هرقل أرسل إليه في ركب من قريش وكانوا تجارا بالشام في المدة التي كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ماد فيها أبا سفيان وكفار قريش فأتوه وهم بإيلياء فدعاهم في مجلسه وحوله عظماء الروم ثم دعاهم ودعا بترجمانه فقال أيكم أقرب نسبا بهذا الرجل الذي يزعم أنه نبي فقال أبو سفيان فقلت أنا أقربهم نسبا فقال أدنوه مني وقربوا أصحابه فاجعلوهم عند ظهره ثم قال لترجمانه قل لهم إني سائل هذا عن هذا الرجل فإن كذبني فكذبوه فوالله لولا الحياء من أن يأثروا علي كذبا لكذبت عنه ثم كان أول ما سألني عنه أن قال كيف نسبه فيكم قلت هو فينا ذو نسب قال فهل قال هذا القول منكم أحد قط قبله قلت لا قال فهل كان من آبائه من ملك قلت لا قال فأشراف الناس يتبعونه أم ضعفاؤهم فقلت بل ضعفاؤهم قال أيزيدون أم ينقصون قلت بل يزيدون قال فهل يرتد أحد منهم سخطة لدينه بعد أن يدخل فيه قلت لا قال فهل كنتم تتهمونه بالكذب قبل أن يقول ما قال قلت لا قال فهل يغدر قلت لا ونحن منه في مدة لا ندري ما هو فاعل فيها قال ولم تمكني كلمة أدخل فيها شيئا غير هذه الكلمة قال فهل قاتلتموه قلت نعم قال فكيف كان قتالكم إياه قلت الحرب بيننا وبينه سجال ينال منا وننال منه قال ماذا يأمركم قلت يقول اعبدوا الله وحده ولا تشركوا به شيئا واتركوا ما يقول آباؤكم ويأمرنا بالصلاة والصدق والعفاف والصلة فقال للترجمان قل له سألتك عن نسبه فذكرت أنه فيكم ذو نسب فكذلك الرسل تبعث في نسب قومها وسألتك هل قال أحد منكم هذا القول فذكرت أن لا فقلت لو كان أحد قال هذا القول قبله لقلت رجل يأتسي بقول قيل قبله وسألتك هل كان من آبائه من ملك فذكرت أن لا قلت فلو كان من آبائه من ملك قلت رجل يطلب ملك أبيه وسألتك هل كنتم تتهمونه بالكذب قبل أن يقول ما قال فذكرت أن لا فقد أعرف أنه لم يكن ليذر الكذب على الناس ويكذب على الله وسألتك أشراف الناس اتبعوه أم ضعفاؤهم فذكرت أن ضعفاءهم اتبعوه وهم أتباع الرسل وسألتك أيزيدون أم ينقصون فذكرت أنهم يزيدون وكذلك أمر الإيمان حتى يتم وسألتك أيرتد أحد سخطة لدينه بعد أن يدخل فيه فذكرت أن لا وكذلك الإيمان حين تخالط بشاشته القلوب وسألتك هل يغدر فذكرت أن لا وكذلك الرسل لا تغدر وسألتك بما يأمركم فذكرت أنه يأمركم أن تعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا وينهاكم عن عبادة الأوثان ويأمركم بالصلاة والصدق والعفاف فإن كان ما تقول حقا فسيملك موضع قدمي هاتين وقد كنت أعلم أنه خارج لم أكن أظن أنه منكم فلو أني أعلم أني أخلص إليه لتجشمت لقاءه ولو كنت عنده لغسلت عن قدمه ثم دعا بكتاب رسول الله صلى الله عليه وسلم الذي بعث به دحية إلى عظيم بصرى فدفعه إلى هرقل فقرأه فإذا فيه بسم الله الرحمن الرحيم من محمد عبد الله ورسوله إلى هرقل عظيم الروم سلام على من اتبع الهدى أما بعد فإني أدعوك بدعاية الإسلام أسلم تسلم يؤتك الله أجرك مرتين فإن توليت فإن عليك إثم الأريسيين و { يا أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم أن لا نعبد إلا الله ولا نشرك به شيئا ولا يتخذ بعضنا بعضا أربابا من دون الله فإن تولوا فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون } قال أبو سفيان فلما قال ما قال وفرغ من قراءة الكتاب كثر عنده الصخب وارتفعت الأصوات وأخرجنا فقلت لأصحابي حين أخرجنا لقد أمر أمر بن أبي كبشة إنه يخافه ملك بني الأصفر فما زلت موقنا أنه سيظهر حتى أدخل الله علي الإسلام وكان بن الناظور صاحب إيلياء وهرقل أسقفا على نصارى الشام يحدث أن هرقل حين قدم إيلياء أصبح يوما خبيث النفس فقال بعض بطارقته قد استنكرنا هيئتك قال بن الناظور وكان هرقل حزاء ينظر في النجوم فقال لهم حين سألوه إني رأيت الليلة حين نظرت في النجوم ملك الختان قد ظهر فمن يختتن من هذه الأمة قالوا ليس يختتن إلا اليهود فلا يهمنك شأنهم واكتب إلى مداين ملكك فيقتلوا من فيهم من اليهود فبينما هم على أمرهم أتي هرقل برجل أرسل به ملك غسان يخبر عن خبر رسول الله صلى الله عليه وسلم فلما استخبره هرقل قال اذهبوا فانظروا أمختتن هو أم لا فنظروا إليه فحدثوه أنه مختتن وسأله عن العرب فقال هم يختتنون فقال هرقل هذا ملك هذه الأمة قد ظهر ثم كتب هرقل إلى صاحب له برومية وكان نظيره في العلم وسار هرقل إلى حمص فلم يرم حمص حتى أتاه كتاب من صاحبه يوافق رأي هرقل على خروج النبي صلى الله عليه وسلم وأنه نبي فأذن هرقل لعظماء الروم في دسكرة له بحمص ثم أمر بأبوابها فغلقت ثم اطلع فقال يا معشر الروم هل لكم في الفلاح والرشد وأن يثبت ملككم فتبايعوا هذا النبي فحاصوا حيصة حمر الوحش إلى الأبواب فوجدوها قد غلقت فلما رأى هرقل نفرتهم وأيس من الإيمان قال ردوهم علي وقال إني قلت مقالتي آنفا أختبر بها شدتكم على دينكم فقد رأيت فسجدوا له ورضوا عنه فكان ذلك آخر شأن هرقل رواه صالح بن كيسان ويونس ومعمر عن الزهري
Narrated 'Abdullah bin 'Abbas:
Abu Sufyan bin Harb informed me that Heraclius had sent a messenger to him while he had been accompanying a caravan from Quraish. They were merchants doing business in Sham (Syria, Palestine, Lebanon and Jordan), at the time when Allah's Apostle had truce with Abu Sufyan and Quraish infidels. So Abu Sufyan and his companions went to Heraclius at Ilya (Jerusalem). Heraclius called them in the court and he had all the senior Roman dignitaries around him. He called for his translator who, translating Heraclius's question said to them, "Who amongst you is closely related to that man who claims to be a Prophet?" Abu Sufyan replied, "I am the nearest relative to him (amongst the group)."
Heraclius said, "Bring him (Abu Sufyan) close to me and make his companions stand behind him." Abu Sufyan added, Heraclius told his translator to tell my companions that he wanted to put some questions to me regarding that man (The Prophet) and that if I told a lie they (my companions) should contradict me." Abu Sufyan added, "By Allah! Had I not been afraid of my companions labeling me a liar, I would not have spoken the truth about the Prophet. The first question he asked me about him was:
'What is his family status amongst you?'
I replied, 'He belongs to a good (noble) family amongst us.'
Heraclius further asked, 'Has anybody amongst you ever claimed the same (i.e. to be a Prophet) before him?'
I replied, 'No.'
He said, 'Was anybody amongst his ancestors a king?'
I replied, 'No.'
Heraclius asked, 'Do the nobles or the poor follow him?'
I replied, 'It is the poor who follow him.'
He said, 'Are his followers increasing decreasing (day by day)?'
I replied, 'They are increasing.'
He then asked, 'Does anybody amongst those who embrace his religion become displeased and renounce the religion afterwards?'
I replied, 'No.'
Heraclius said, 'Have you ever accused him of telling lies before his claim (to be a Prophet)?'
I replied, 'No. '
Heraclius said, 'Does he break his promises?'
I replied, 'No. We are at truce with him but we do not know what he will do in it.' I could not find opportunity to say anything against him except that.
Heraclius asked, 'Have you ever had a war with him?'
I replied, 'Yes.'
Then he said, 'What was the outcome of the battles?'
I replied, 'Sometimes he was victorious and sometimes we.'
Heraclius said, 'What does he order you to do?'
I said, 'He tells us to worship Allah and Allah alone and not to worship anything along with Him, and to renounce all that our ancestors had said. He orders us to pray, to speak the truth, to be chaste and to keep good relations with our Kith and kin.'
Heraclius asked the translator to convey to me the following, I asked you about his family and your reply was that he belonged to a very noble family. In fact all the Apostles come from noble families amongst their respective peoples. I questioned you whether anybody else amongst you claimed such a thing, your reply was in the negative. If the answer had been in the affirmative, I would have thought that this man was following the previous man's statement. Then I asked you whether anyone of his ancestors was a king. Your reply was in the negative, and if it had been in the affirmative, I would have thought that this man wanted to take back his ancestral kingdom.
I further asked whether he was ever accused of telling lies before he said what he said, and your reply was in the negative. So I wondered how a person who does not tell a lie about others could ever tell a lie about Allah. I, then asked you whether the rich people followed him or the poor. You replied that it was the poor who followed him. And in fact all the Apostle have been followed by this very class of people. Then I asked you whether his followers were increasing or decreasing. You replied that they were increasing, and in fact this is the way of true faith, till it is complete in all respects. I further asked you whether there was anybody, who, after embracing his religion, became displeased and discarded his religion. Your reply was in the negative, and in fact this is (the sign of) true faith, when its delight enters the hearts and mixes with them completely. I asked you whether he had ever betrayed. You replied in the negative and likewise the Apostles never betray. Then I asked you what he ordered you to do. You replied that he ordered you to worship Allah and Allah alone and not to worship any thing along with Him and forbade you to worship idols and ordered you to pray, to speak the truth and to be chaste. If what you have said is true, he will very soon occupy this place underneath my feet and I knew it (from the scriptures) that he was going to appear but I did not know that he would be from you, and if I could reach him definitely, I would go immediately to meet him and if I were with him, I would certainly wash his feet.' Heraclius then asked for the letter addressed by Allah's Apostle
which was delivered by Dihya to the Governor of Busra, who forwarded it to Heraclius to read. The contents of the letter were as follows: "In the name of Allah the Beneficent, the Merciful (This letter is) from Muhammad the slave of Allah and His Apostle to Heraclius the ruler of Byzantine. Peace be upon him, who follows the right path. Furthermore I invite you to Islam, and if you become a Muslim you will be safe, and Allah will double your reward, and if you reject this invitation of Islam you will be committing a sin by misguiding your Arisiyin (peasants). (And I recite to you Allah's Statement:)
'O people of the scripture! Come to a word common to you and us that we worship none but Allah and that we associate nothing in worship with Him, and that none of us shall take others as Lords beside Allah. Then, if they turn away, say: Bear witness that we are Muslims (those who have surrendered to Allah).' (3:64).
Abu Sufyan then added, "When Heraclius had finished his speech and had read the letter, there was a great hue and cry in the Royal Court. So we were turned out of the court. I told my companions that the question of Ibn-Abi-Kabsha) (the Prophet Muhammad) has become so prominent that even the King of Bani Al-Asfar (Byzantine) is afraid of him. Then I started to become sure that he (the Prophet) would be the conqueror in the near future till I embraced Islam (i.e. Allah guided me to it)."
The sub narrator adds, "Ibn An-Natur was the Governor of llya' (Jerusalem) and Heraclius was the head of the Christians of Sham. Ibn An-Natur narrates that once while Heraclius was visiting ilya' (Jerusalem), he got up in the morning with a sad mood. Some of his priests asked him why he was in that mood? Heraclius was a foreteller and an astrologer. He replied, 'At night when I looked at the stars, I saw that the leader of those who practice circumcision had appeared (become the conqueror). Who are they who practice circumcision?' The people replied, 'Except the Jews nobody practices circumcision, so you should not be afraid of them (Jews).
'Just Issue orders to kill every Jew present in the country.'
While they were discussing it, a messenger sent by the king of Ghassan to convey the news of Allah's Apostle to Heraclius was brought in. Having heard the news, he (Heraclius) ordered the people to go and see whether the messenger of Ghassan was circumcised. The people, after seeing him, told Heraclius that he was circumcised. Heraclius then asked him about the Arabs. The messenger replied, 'Arabs also practice circumcision.'
(After hearing that) Heraclius remarked that sovereignty of the 'Arabs had appeared. Heraclius then wrote a letter to his friend in Rome who was as good as Heraclius in knowledge. Heraclius then left for Homs. (a town in Syrian and stayed there till he received the reply of his letter from his friend who agreed with him in his opinion about the emergence of the Prophet and the fact that he was a Prophet. On that Heraclius invited all the heads of the Byzantines to assemble in his palace at Homs. When they assembled, he ordered that all the doors of his palace be closed. Then he came out and said, 'O Byzantines! If success is your desire and if you seek right guidance and want your empire to remain then give a pledge of allegiance to this Prophet (i.e. embrace Islam).'
(On hearing the views of Heraclius) the people ran towards the gates of the palace like onagers but found the doors closed. Heraclius realized their hatred towards Islam and when he lost the hope of their embracing Islam, he ordered that they should be brought back in audience.
(When they returned) he said, 'What already said was just to test the strength of your conviction and I have seen it.' The people prostrated before him and became pleased with him, and this was the end of Heraclius's story (in connection with his faith).